Sejarah dan Istilah
Pelaksanaan Pembangunan Nasional
sebagai pengalaman Pancasila diarahkan agar Negara mampu membiayai Pembangunan
Nasional secara mandiri dari sumber-sumber dalam negeri dengan membagi beban
pembangunanantara golongan berpendapatan tinggi dan golongan berpendapatan
rendah, sesuai dengan rasa keadilan untuk mendorong pemerataan Pembangunan
Nasional dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 23
ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang
merupakan landasan pemungutan pajak harus ditetapkan dengan undang-undang. Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka sebagai hasul reformasi undang-undang perpajakan tahun
1983 telah diundangkan undang-undang nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak
penghasilan, sebagai landasan hokum pengenaan Pajak Penghasilan yang berlaku
sejak tahun 1984, sebagaimana telah diubah beberapa kali, dimana yang terakhir
dengan undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
Pajak penghasilan yaitu salah
satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari pendapatan rakyat, merupakan
wujud dari kewajiban kenegaraan dan peran serta rakyat dalam pembiayaan dan Pembangunan
Nasional. Undang-undang Pajak Penghasilan ini mengatur materi pengenaan pajak
yang pada dasarnya menyangkut Subjek Pajak (siapa yang dikenakan), objek Pajak
(penyebab pengenaan) dan Tarif Pajak (cara menghitung jumlah pajak) dengan
pengenaan yang merata serta pembebanan yang adil. Sedangkan tata cara pemungutannya
diatur dalam peraturan tersendiri dalam rangka mewujudkan keseragaman, sehingga
mempermudah masyarakat untuk mempelajari, memahami, serta mematuhinya.
Perubahan undang-undang Pajak
Penghasilan dimaksud tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang
dianut secara universal yaitu keadilan, kemudahan/efisiensi administrasi, dan
produktivitas penerimaan Negara dengan tetap mempertahankan sistem self
assessment. Oleh karena itu, arah dan tujuan penyampurnaan Undang-undang Pajak
Penghasilan ini adalah sebagai berikut :
1. Lebih meningkatkan keadilan dalam
pengenaan pajak.
2. Lebih memberikan kemudahan kepada
Wajib Pajak.
3. Lebih memberikan kesederhanaan
administrasi perpajakan.
4. Lebih memberikan kepastian hukum,
konsistensi, dan tranparansi.
5. Menunjang kebijakan pemerintah
dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal
asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan
daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.
Dasar hukum pengenaan Pajak
Penghasilan adalah :
1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991
tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994
tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 7 Tahun 1991.
4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
tentang Perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
5. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
Berdasarkan pasal 1 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo UU Nomor 7 Tahun 2000 jo UU
Nomor 36 Tahun 2008, pengertian pajak adalah "pajak yang dikenakan terhadap
Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak". Tahun pajak yang dimaksud adalah tahun takwim, atau tahun buku yang
digunakan dapat tidak sama dengan tahun takwim sepanjang tahun buku tersebut
meliputi jangka waktu 12 bulan.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
(Pasal 2-3 UU PPh)
Subjek pajak merupakan segala
sesuatu yang berpotensi untuk menerima atau memperoleh penghasilan dan menjadi
sasaran dikenakannya pajak penghasilan. Yang menjadi Subjek Pajak Penghasilan
adalah :
1. Orang Pribadi dan Warisan yang
belum terbagi
2. Badan, termasuk didalamnya Bentuk
Usaha Tetap1
Subjek Pajak dalam negeri menjadi
Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya
melebihi Penghasilan Kena Pajak. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau
badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif dalam perpajakan,
atau subjek pajak yang menerima/memperoleh penghasilan. Tempat tinggal orang
pribadi berdasarkan Undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan keempat UUD
1945 Pasal 2 ayat (6) menyatakan bahwa “Tempat tinggal orang pribadi atau
tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan
yang sebenarnya”.
Tidak termasuk subjek pajak :
1. Kantor perwakilan Negara Asing
2. Pejabat perwakilan diplomatic dan
konsultan
3. Organisasi-organisasi
internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
4. Pejabat-pejabat perwakilan
organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
5. Unit tertentu dari badan
pemerintah
1Bentuk
Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang tinggal di Indonesia < 183
hari dalam waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan/berkedudukan di
Indonesia namun menjalankan usaha/kegiatan di Indonesia
Objek
Pajak (Pasal 4-15 UU PPh)
Objek
pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yangditerima atau diperoleh Wajib Pajak , baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut Sunarto, dalam bukunya yang berjudul Perpajakan (2002:46), yang dimaksud dengan Objek pajak adalah “Penghasilan
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis diterima atau diperoleh wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kelkayaan wajib pajak ynag bersangkutan ,
dengan nama dan dalam bentuk apapun”.
Biaya-biaya
yang Dapat Menjadi Pengurang Penghasilan
Besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto/laba bruto dikurangi biaya dan
pengurangan yang diperbolehkan.
Pengurang-pengurang yang diperbolehkan adalah :
1. Biaya/beban Usaha
2. Kompensasi Kerugian
3. Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP), Khusus untuk WP Orang Pribadi
Menentukan
Besarnya Penghasilan yang merupakan Objek Pajak
Menentukan
besarnya penghasilan yang sebenernya merupakan Objek Pajak disebut juga sebagai
aktivitas koreksi/rekonsiliasifiskal. Koreksi fiscal ada 2, yakni koreksi fiscal
positif dan koreksi fiscal negatif. Penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final2
harus dikeluarkan dari penghasilan dalam perhitungan Pajak Penghasilan
yang terutang.
Perhitungan
Pajak Pada Akhir Tahun (Pasal 28-31 dan 31A UU PPh)
Pemotongan
pajak atas penghasilan bagi WP luar negeri (PPh Pasal 26) adalah final, namun
PPh pasal 26 yang tidak final dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang dari
WP luar negeri bersangkutan. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan yang berlaku tidak boleh
dikreditkan dengan pajak yang terutang.
2PPh
Final dalah pajak yang telah dipotong atas suatu penghasilan tertentu dan
pemotongannya dianggap telah selesai (final) tanpa harus menunggu perhitungan
dari fiskus/dikeluarkan SKP.
Fasilitas
perpajakan dalam rangka untuk mendorong iklim investasi3
Kepada
Wajib Pajak yang melakukan peneneman modal dibidang-bidang usaha tertentu dan
atau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam
bentuk :
1. Pengurangan penghasilan
neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan.4
2. Penyusutan dan
amortisasi yang dipercepat.
3. Kompensasi kerugian
yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
4. Pengenaan Pajak
Penghasilan atas dividen bagi WP luar negeri, sebagaimana dimaksud dengan pasal
26 sebesar 10%, kecuali apabila tariff menurut perjanjian perpajakan yang
berlaku menetapkan lebih rendah.
Ketentuan
lain-lain (Pasal 31B, 31C, 32 dan 32S UU PPh)
Penerimaan
Negara dari Pajak Penghasilan orang pribadi dalam negeri dan Pajak Penghasilan
Pasal 21 yang dipotong oleh pemberi kerja dibagi dengan imbangan 80% untuk
pemerintah pusat dan 20% untuk Pemerintah Daerah tempat Wajin Pajak terdaftar.
Tata
cara pengenaan pajak yang meliputi penyetoran, pelaporan, pemeriksaan,
ketetapan, perlawanan pajak, dan saksi dibidang perpajakan dilakukan sesuai
dengan UU No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2000 dan UU No. 28
Tahun 2007.
3Tujuan
diberikannya kemudahan pajak ini adalah untuk mendorong kegiatan investasi
langsung di Indonesia baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal
dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang
mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
4Fasilitas
perangsang penanaman ini dapat dibebankan selama 6 tahun, sehingga setiap
tahunnya Wajib Pajak berhak mengurangkan dari penghasilan neto sebesar 5%
pertahun dari jumlah realisasi penanaman.
Ø Sumber
: Purwono Herry, Dasar-dasar Perpajakan & Akuntansi Pajak: Edisi Kelima
belas, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2010.